Sabtu, Mei 31, 2008

Azan dan Syafaat Kanjeng Nabi

Ternyata tidak perlu yang berat-berat dalam beribadah, dengan diam dan menyimak kemudian mengikuti apa yang diucapkan muadzin niscaya akan mendapatkan syafaat dari kanjeng Nabi Muhammad. Tetapi diam saja juga tidak mudah apalagi untuk orang yang punya segudang kesibukan. Agama memberikan pilihan kepada manusia dan manusialah yang harus menentukan.

Janji syafaat dari kanjeng Nabi dapat disimak di bawah ini:

“Apabila kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti yang dia ucapkan, kemudian bershalawatlah kepadaku, karena barangsiapa bershalawat kepadaku satu kali niscaya Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali. Kemudian memohonlah al-wasilah (kedudukan tinggi) kepada Allah untukku karena itu adalah kedudukan di surga yang tidak layak kecuali untuk seorang hamba dari hamba-hamba Allah, dan aku berharap aku adalah hamba tersebut, barangsiapa memohon al-wasilah untukku niscaya dia (berhak) mendapatkan syafaat.”

(HR Muslim 2/327)

Jumat, Mei 30, 2008

Buletin Jumat Banyak Iklannya

Seperti biasa setiap setelah solat di suatu masjid mata saya selalu tertuju pada pojok masjid untuk melihat apakah ada Buletin Jumat yang biasanya selalu tersedia dalam jumlah terbatas.

Isi atau konten dari tiap Buletin yang berbeda menurut saya akan menjadi referensi ajaran islam yang penting buat saya sebagai orang awam dalam agama. Beberapa isi yang sering dihadirkan adalah sejarah nabi, perilaku teladan dari para sahabat nabi dan ulama-ulama yang tawadhu’, yang tidak ketinggalan adalah kaidah Fiqh dan Hadits.

Rata-rata seluruh buletin menampilkan isi yang menarik dan bermanfaat, ada alamat redaksi serta struktur penanggung jawab penerbitan, juga ruang tempat pemasangan iklan (mungkin untuk menjaga keberlangsungan penerbitan).

Namun pernah di suatu masjid saya mendapatkan Buletin Jumat terbitan bulan Mei 2008 yang “tampil beda”, karena saya tidak menemukan alamat redaksi dan struktur penanggungjawabnya dan yang lebih membedakan porsi ruang iklannya lebih besar daripada isinya, kira-kira ¾ iklan dan ¼ isi.

Secara umum buletin jumat berisi hal-hal yang menyangkut informasi agama. Kalaupun ada ruang iklan itu mestinya hanya pendukung saja karena buletin jumat bukanlah institusi bisnis industri penerbitan yang bergantung dari iklan.

Apabila porsi iklan lebih besar dari konten dan tidak ada alamat redaksi, saya kira ini telah menyimpang dari garis logika secara umum. Meski niatnya baik untuk menyampaikan informasi agama tetapi dengan porsi iklan yang lebih besar seolah-olah telah nampak unsur bisnisnya lebih diutamakan daripada kontennya.

Apabila memang ingin memperkenalkan suatu produk, ada beberapa cara yang sudah berlaku umum dipakai oleh pelaku bisnis, bisa lewat brosur yang dititipkan pada agen koran, leafleat kepada sasaran yang dituju, atau bahkan lewat media online dengan membuat situs atau blog sendiri.

Saya kira itu jauh lebih elegan.

Sebagian advokat Indonesia punya gawe besar. Pada tanggal 30-31 Mei 2008 akan mengadakan kongres di Balai Sudirman Jakarta. Isu sentralnya adalah bahwa organisasi advokat PERADI tidak legitimite oleh karena itu perlu dibentuk organisasi baru melalui kongres atas nama individu atau pribadi advokat

Seperti kita ketahui beberapa organisasi advokat lahir karena akibat perbedaan pandangan pada saat pelaksanaan kongres atau munas. Sebagian advokat dengan suara yang lebih kecil atau besar memisahkan diri dan membentuk organisasi baru.

Apakah advokat memang sulit bersatu? Ataukah karena ego elit advokat yang terlalu tinggi sehingga persoalan menjadi semakin berlarut-larut.

Apabila ada lebih dari satu organisasi advokat maka ini jelas melebar dari cita-cita pasal 28 ayat (1) UU Advokat yang menyatakan Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat. Nantinya organisasi mana yang diakui oleh UU Advokat sebagai satu-satunya organisasi advokat yang berwenang menjalankan pendidikan profesi advokat dan mengangkat seseorang sebagai advokat. Mengingat UU menyatakan organisasi advokat dibentuk sesuai ketentuan UU Advokat.

Pakai XL ternyata tidak sampai puas. Beberapa kali saya menggunakan XL tetapi hanya bertahan sampai kira-kira menit ke-26. Hal ini juga dialami beberapa orang yang menelpon saya. Namun pernah juga melewati menit ke-26 tapi paling banter hanya sampai menit ke-50.

Faktanya lebih banyak yang putus di tengah jalan daripada sampai lama. Tidak sesuai juga dengan iklannya yang “sampe puuuaaaasssss………”
Sulit diterima akal sehat apabila ini karena traffiic yang padat, karena putusnya sambungan berulang kali pada menit yang sama yaitu ke-26. Sangat mungkin terjadinya kesengajaan oleh operator dengan cara random tapi kebetulan saya terus yang kena random.

Semoga Pro XL berbisinis dengan nurani dan etika yang luhur.

Kondisi advokat Indonesia saat ini secara sederhana dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Advokat dengan SK Menteri Kehakiman

2. Advokat dengan SK Ketua Pengadilan Tinggi

3. Advokat dengan SK PERADI (Organisasi Advokat)

Untuk kelompok 1 dan 2 tampaknya apabila dilihat dari Ketentuan Peralihan pasal 32 ayat (1) UU Advokat No. 18 tahun 2003 tidak ada masalah berarti karena langsung dinyatakan sebagai Advokat. Tidak mungkin ada penafsiran lagi tentang legalitas kelompok ini pasca tidak berlakunya lagi peraturan zaman kolonial yang mengatur tentang advokat sebagaimana disebutkan dalam pasal 35 UU Advokat. Artinya kelompok ini legal karena telah memenuhi kualifikasi peraturan perundang-undangan sebelum keluarnya UU Advokat dan kemudian diakui oleh UU Advokat.

Tetapi untuk kelompok, 3 dengan akan berlangsungnya Kongres Advokat Indonesia tanggal 30-31 Mei 2008 di Balai Sudirman Jakarta, tehadap legalitasnya menimbulkan suatu pertanyaan karena kelompok ini mendapatkan SK dari organisasi advokat yang juga dipertanyakan legitimasinya.

Menurut pihak yang pro kongres advokat, PERADI adalah paguyuban bukan organisasi advokat karena berdiri berdasarkan kesepakatan organisasi advokat yang sudah eksis sebelumnya bukan lewat munas atau kongres.

Sedangkan pasal 32 ayat (3) menyatakan organisasi IKADIN, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKHI, HKHPM, APSI hanya sebagai pelaksana sementara tugas dan wewenang organisai advokat sebelum satu-satunya organisasi advokat terbentuk sesuai perintah UU Advokat.

Sementara pasal 32 ayat (2) menyebutkan ketentuan susunan organisasi advokat ditetapkan oleh para Advokat. Siapakah yang dimaksud para Advokat oleh UU Advokat? Apakah organisasi yang sudah eksis sebelumnya-sebagai pelaksana sementara tugas dan wewenang organisasi-kemudian meleburkan diri dalam suatu wadah tunggal atau setiap individu advokat yang sudah diakui oleh UU Advokat kemudian melaksanakan semacam kongres atau munas.

Ada baiknya pembentuk UU menjelaskan siapa sebenarya yang dimaksud “para Advokat” yang berwenang membentuk satu-satuya organisai advokat.

Kamis, Mei 22, 2008

Layangan dan Sangkutan

Sudah 2 minggu ini di sekitar tempat tinggal saya diramaikan oleh permainan layang-layang atau biasa disebut juga layangan. Permaianan yang mengandalkan angin ini tampak sangat dinikmati oleh kalangan mahasiswa dan anak-anak sekolahan.

Harga layangan ternyata cukup murah hanya sekitar Rp 400,- per buah. Entah berapa untung yang diambil oleh sang penjual. Teman-teman saya malah membeli 3 sampai 4 sekaligus sebagai persiapan katanya.

Tampak keceriaan di mata mereka saat berusaha menaikkan layangan dan memantau layangan saat sudah berada di udara. Apalagi dibarengi aksi sangkutan (usaha memutuskan layangan pihak lain yang sedang mengudara juga).

Jika saya amati justru aksi sangkutan ini adalah yang paling mengasyikkan dan mendebarkan. Karena ada ketegangan, tarik-ulur dan teriakan-teriakan yang saling bersahutan diantara teman yang menaikkan layangan.

Klimaksnya adalah saat putusnya layangan sendiri atau layangan pihak lain. Ini saat yang menyenangkan bagi yang berhasil dalam sangkutan sekaligus menyedihkan bagi yang kalah dalam sangkutan.

Saya kira ini permainan yang murah meriah sebagai sarana rekreasi daripada memikirkan terus-menerus biaya hidup yang semakin melambung.

Saya membaca tulisan Mas Wicaksono di Blog Tempointeraktif posting tanggal 16 Mei 2008 yang mengungkapkan tidak banyak tulisan atau berita yang muncul versi orang yang mengalami langsung peristiwa tersebut. Menanggapi tulisan tersebut berikut ini pengalaman pribadi saya tentang demo dan kerusuhan Mei 1998.

Demo

Pada bulan Mei 1998 saya masih tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum UNS Solo semester II. Gelombang demonstrasi menuntut Soeharto turun selain di Jakarta dan kota lain juga berkobar di Boulevard UNS. Salah satu orang yang sering berorasi saat demo yang saya ingat adalah Ulin Ni’am Yusron.

Setiap hari mulai sekitar jam 10 hingga sore demo terus berlangsung tiada henti, bahkan pada saat hari Jumat pun sebagian teman-teman solat Jumat di Boulevard dengan anjuran ber tayamum karena tidak memang kran air di sekitar Boulevard, kemudian melanjutkan demo lagi.

Aparat polisi yang menjaga demo harus bekerja keras menghadapi gelombang gerakan mahasiswa. Mulai dorong-dorongan hingga lemparan batu adalah hal yang biasa dan rutin terjadi. Seolah-olah demo tanpa bentrokan tidak afdol.

Saya bukan penggerak demo, cuma terlibat sebagai penonton aktif dan sekali-kali membantu teman-teman yang menyiapkan batu untuk melempari aparat dari belakang. Batu itu sendiri dikumpulkan dari selokan yang ada di sisi timur dan barat Boulevard. Bahkan ada yang nekat membongkar paving yang biasa digunakan untuk pejalan kaki menuju ke dalam kampus.

Pada saat itu opininya adalah kampus adalah mimbar demokrasi sehingga tabu dimasuki oleh polisi. Namun suatu hari demo aparat polisi pernah menyerang mahasiswa kedalam kampus, sehingga para mahasiswa berlarian kocar-kacir, termasuk saya setelah lari kira-kira 50m dibantu oleh teman yang tidak saya kenal menawarkan untuk segera naik motornya karena polisi sudah sangat dekat.

Saya kos di sebelah barat Boulevard sehingga mau tidak mau apabila ingin pulang ke kos saya akan melewati Boulevard yang pada siang atau sore hari sudah di kepung oleh aparat kepolisian. Pernah suatu hari karena demo sudah selesai saya dan teman nekat pulang lewat jalan yang masih dikepung oleh polisi yang sedang beristirahat. Beberapa diantara mereka berteriak untuk menghajar kami karena melihat wajah kami berkeringat.
“ Lha kuwi sing lewat isih kemringet, hayo di hajar wae”. Untungnya teriakan itu tidak direspon oleh teman-teman polisi yang lain.

Kerusuhan

Gelombang demo terus bergerak hingga Soeharto menyatakan berhenti sebagai presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Namun sebelum tanggal 21 Mei terjadi peristiwa kerusuhan yang sangat luar biasa di Solo tepatnya pada tanggal 13-14 Mei 1998.

Pada siang hari tanggal 13 Mei saya pergi ke Jogja menggunakan kereta Prameks dan bermalam di kos
Saherman teman SMU saya yang kuliah di Fisipol UGM. Saya tidak tahu kalau di Solo pada saat itu sudah terjadi penjarahan dan pembakaran toko-toko.

Pada sore hari untuk suatu keperluan kami berjalan menuju kampus UGM, tanpa kami sadari suasana sangat sepi dan tegang, muncul kabar bahwa kampus UGM sudah di kuasai tentara dan kami diminta tidak berjalan terlalu jauh dari kos masing-masing. Kami sempat ketakutan dan bingung dan akhirnya memilih untuk segera pulang meski tidak melihat barisan tentara yang berada di kampus.

Pada siang hari tanggal 14 Mei 1998, saya pulang ke Solo dengan tetap menggunakan Prameks. Dalam perjalanan ada keanehan yang saya rasakan. Kereta penuh sesak, orang berjubel dan sampai susah untuk berjalan. Di sepanjang jalan sisi rel banyak orang bergerombol, duduk dengan raut muka tegang. Memasuki kota Solo sebelum sampai stasiun sudah banyak bangunan yang terbakar. Saya masih belum tahu apa yang terjadi.

Tiba di stasiun Balapan Solo ternyata sudah banyak orang mengantre berdesakan persis di sisi rel untuk naik kereta yang akan menuju Jogja kembali. Ini keanehan kedua yang saya ketahui. Setelah turun dan berada di gerbang stasiun seperti biasa saya menunggu bis yang lewat untuk melanjutkan perjalanan menuju kampus UNS di Kentingan.

Setelah lama menunggu tidak ada satu pun bis yang lewat, bahkan sempat Pak Becak emosi karena saya tidak mau naik becaknya padahal dia sudah berulang kali mengatakan bis tidak ada yang berani jalan karena ada kerusuhan.

Saya tidak langsung percaya, hingga akhirnya memutuskan berjalan kaki dari stasiun Balapan sampai perempatan (bang-jo) dekat SD Margoyudan. Karena tidak ada bis yang lewat saya memutuskan naik becak sampai perempatan Panggung. Sebelum tanggul sudah ada rumah makan yang terbakar. Di perempatan Panggung ada tentara dan tank yang siaga penuh, terpasang juga kawat berduri yang panjang, gedung disekitar Panggung sudah hangus, sisa-sisa ban yang terbakar dan ada yang belum padam.

Setelah sampai Panggung saya melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki hingga tiba di kos dekat kampus UNS. Beberapa gedung pertokoan di sepanjang jalan Kol Sutarto dan Ir Sutami juga bayak yang terbakar. Setelah sampai di kos ternyata ada teman saya sempat menjarah satu karung gula dari toko yang diserbu massa.

Saya memang tidak menyaksikan langsung proses penjarahan, gerakan massa dan pembakaran gedung karena siang hari tanggal 14 Mei peristiwa tersebut memang sudah selesai.

Keesokan harinya saya berkeliling kota, banyak toko-toko besar yang hangus terbakar seperti Pasar Singosaren, SE Purwosari hingga rumah Harmoko dan bioskop di Solo Baru juga tidak luput dari bidikan massa.

Itulah sebagian pengalaman yang masih ada dalam memori saya tentang demo dan kerusuhan Mei 1998 di kota Solo.

Sabtu, Mei 17, 2008

Wasiat Hasan Al Basri

Kesibukan kita tidak pernah ada habisnya. Beragam kegiatan dengan motif apapun sering membuat kita terlena akan pengisian rohani.

Pekerjaan kantor yang tidak pernah ada habisnya, organisasi-organisasi yang kita menjadi pengurusnya, urusan anak-anak, relasi dengan keluarga dan lain sebagainya, semuanya kadang menjadi alasan yang tidak pernah ada habisnya kita ucapkan.

Hidup cuma sebentar, bahkan mung mampir ngombe kata orang Jawa, tidak selayaknya kita sia-siakan.

Sungguh pas nasehat Hasan Al Basri berikut ini, buat saya pribadi dan juga buat pembaca blog ini.


Aku tahu rizkiku tak mungkin diambil orang lain. Karenanya hatiku tenang.
Aku tahu amal-amalku tak mungkin dilakukan orang lain. Maka aku sibukkan diriku untuk beramal.

Aku tahu Allah selalu melihatku. Karenanya aku malu bila Allah mendapatiku melakukan maksiat.

Aku tahu kematian menantiku. Maka kupersiapkan bekal untuk berjumpa dengan Rabbku


Selamat atas kemenangan Tim Uber Indonesia terhadap Belanda dalam lanjutan pertandingan Uber Cup 2008 di Istora Senayan Jakarta. Indonesia memastikan kemenangan 3-0 setelah tunggal kedua Adriyanti Firdasari mengungguli Patty Stolzenbach dua set langsung.

Partai ganda pertama sesungguhnya adalah partai yang paling menarik karena kedua pasangan terlibat dalam reli-reli panjang sebelum berakhir dengan jumping smash yang indah.

Namun ada sesuatu mencuri perhatian saya, sesungguhnya Belanda justru mengalahkan Indonesia, tetapi ini bukan dalam pertandingan tapi dalam hal gaya busana di lapangan.

Dari sisi olahraga hiburan, gaya busana Tim Uber Belanda terlihat lebih modis dan trendy dari pada tim Indonesia. Baju yang tidak memanjang melewati pinggang dan celana yang di balut rok pendek memperlihat sisi eksotis negeri Belanda. Apakah ini ada pengaruh Belanda sebagai pusat mode dunia ?

Tim Indonesia tampil dengan gaya busana biasa dan sangat standar. Celana yang panjang dan baju memanjang melewati pinggang. Jauh dari kesan modis. Tapi yang penting apabila dilihat secara adat timur gaya busana tim Indonesia jauh lebih sopan.

Bravo Tim Uber Indonesia 2008

Dewi Persik dikenal dengan predikat goyang gergaji. Tidak berlebihan istilah ini karena memang mirip seperti gergaji goyangan Dewi. Tapi tidak semua orang bisa menerima goyangan ini di depan publik. Walikota Tangerang tidak setuju goyang gergaji Dewi sehingga orang nomor satu di birokrasi kota Tangerang ini menggergaji acara goyangan Dewi.

Acara tidak dapat dilaksanakan. Sebagian masyarakat senang tapi secara ekonomi ada yang dirugikan. Dukungan mengalir kepada Walikota. Apa yang ingin ditampilkan Dewi, suara emaskah? atau goyangan yang sekenanyakah? Apa goyangan Dewi sudah terakomodasi koreografi yang estetis?

Ternyata Walikota melihat goyangan Dewi bukanlah termasuk koreografi estetis tetapi masuk kategori erotis, sehingga dengan tegas melarang tampilan erotis tersebut.

Saya sepakat sepanjang erotis tidak etis ditampilkan di depan publik.