Tampilkan postingan dengan label Budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Budaya. Tampilkan semua postingan
Jumat, Agustus 08, 2008

Tembok Pun Jadi Batik

Tidak hanya baju yang memakai motif batik, tembok pun bisa dijadikan sarana untuk melestarikan batik. Tembok yang berada di atas sungai pembatas antara wilayah Solo dan Sukoharjo ini dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh pihak yang berkompeten. Semoga tidak ada yang usil untuk merusak upaya yang baik ini.

Selasa, Agustus 05, 2008

Papan Nama Tanpa Nama

Memprihatinkan. Mungkin itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi papan nama stadion kebanggaan masyarakat Solo. Stadion Sriwedari tepatnya. Stadion tempat berlangsungnya PON pertama kali ini merupakan nama yang sudah tidak asing lagi bagi pecinta sepakbola tanah air. Namun ketika Slamet Suryanto menjabat sebagai walikota Solo, nama stadion ini berubah menjadi stadion R. Maladi dengan alasan sebagai bentuk penghargaan atas jasa beliau sebagai mantan Meteri Olahraga dan designer stadion tersebut. Kini, entah akibat kurangnya sense of belonging dari masyarakat atau banyaknya pihak yang tidak setuju dengan perubahan nama tersebut, kondisi papan nama Stadion R Maladi menjadi tidak terawat karena sebagian besar hurufnya hilang.

Senin, Agustus 04, 2008

Lokomotif Cantik Dari Pabrik Gula

PTPN IX (Persero) memilih lokomotif sebagai ikon perusahaan dan diletakkan di atas identitas perusahaan. BUMN yang berkantor Jl. Ronggowarsito sebelah barat Pura Mangkunegaran Solo ini, tampaknya sengaja memilih lokomotif sebagai ikon karena dalam aktivitas produksinya menggunakan lori (kereta api kecil) lengkap dengan lokomotifnya sebagai sarana transportasi. Lori tersebut digunakan untuk mengangkut produk-produk yang dihasilkan dari tanaman tebu. Menurut situsnya produk tanaman tebu ini termasuk dari Divisi Tanaman Semusim (Pabrik Gula)

Minggu, Agustus 03, 2008

Browsing@Citywalk

Untuk mendukung proses Solo sebagai kota cyber, Apkomindo Solo bekerjasama dengan Telkom Speedy menyelenggarakan event browsing internet di kawasan city walk. Event ini dilaksanakan bersamaan dengan dibukanya Solo IT Expo 2008 di Diamond Convention Center tanggal 30 Juli 2008. Animo yang tinggi dari peserta hingga mencapai 486 orang akhirnya mendapat pengakuan dari MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai event dengan peserta browsing internet terbanyak. Yang penting bukan hanya sekedar rekor tapi tujuan yang mulia benar-benar terwujud yaitu agar masyarakat Solo dapat lebih melek informasi.

Kamis, Juli 24, 2008

Dimana Batas Kota Solo?

“Kok batas kota Solo ga terlihat ya”, mungkin itulah yang dipikirkan oleh peserta Munas III Apeksi 22-24 Juli 2008 ketika akan memasuki masuk kota Solo. Apabila setelah tiba di bandara Adisucipto, ketika akan memasuki kota Solo mereka akan melewati Jl Adisucipto. Nah di sepanjang Jl Adisucipto ini bagi orang yang baru pertama kali meginjakkan kaki di kota Solo akan kesulitan untuk menentukan apakah sudah masuk kota Solo atau belum.Karena memang tidak ada penanda yang jelas dan unik yang menjelaskan pintu gerbang kota Solo itu yang mana atau sebelah mana. Bagi penduduk Solo, ketika ditanya batas barat kota Solo di Jl Adisucipto, maka biasanya di jawab dengan tugu Adipura. Tetapi jika melihat dari keseluruhan bangunan tugu, maka identifikasi batas kota juga tidak tampak sebagaimana lazimnya ada ucapan “Selamat Datang di Kota atau Kabupaten ……………”. Atau apakah karena Jl Adisucipto bukan gerbang utama menuju kota sehingga tidak perlu penanda yang jelas. Sebagai jalan akses utama dari bandara menuju kota tidak ada salahnya pemkot membuat “Ucapan Selamat Datang” dalam bentuk yang khas dan unik di Jl Adisucipto, mengingat jalan ini relatif lebih lebar, tidak macet dan terasa lebih nyaman karena hanya sedikit jarak jalan saja yang dilewati bus dan truck. Berbeda jika kita melintasi Jl Slamet Riyadi. Ketika kita masuk kota Solo akan disambut ucapan selamat datang. Meski penanda masuk kota sudah jelas, tetapi kelemahannya adalah kesemrawutan di pertigaan parokah yang harus segera di cari solusinya. Semoga Munas III Apeksi ini bisa memberi inspirasi bagi kota Solo untuk semakin mempercantik kotanya.

Selasa, Juli 22, 2008

Beautiful Art of Java

Batik tidaklah sendirian. Batik adalah seni sekaligus senjata. Mengapa harus kita lupakan. Bukankah keindahannya tiada tara.

Kamis, Juli 10, 2008

Nyam... Nyam Pukis Lezzzatoo

Sudah pernah dengar pukis kan? Adakah dari pembaca blog ini yang menyukai pukis? Apakah pukis identik dengan daerah tertentu di Indonesia? Seperti pempek dari Palembang atau Pendhap dari Bengkulu.

Menurut Wikiepedia Pukis adalah sebuah kue khas Indonesia. Kue ini dibuat dari adonan telur, gula pasir, tepung terigu, ragi dan santan. Adonan itu kemudian dituangkan ke dalam cetakan serta dipanggang. Pukis dapat dikatakan sebenarnya adalah modifikasi dari kue wafel. Variasinya bermacam-macam, diberi taburan coklat butir, keju, irisan daging, atau kacang. Kue pukis memiliki bentuk dan warna yang khas. Bagian atasnya berwarna kuning dan bagian bawahnya kecoklatan.

Sepengetahuan saya bentuk pukis juga bervariasi tergantung besar-kecil cetakannya. Bisa di beli per buah atau langsung per bungkus. Kalau kita beli di toko biasanya di jual dalam bentuk per buah tetapi bila kita beli di penjual kaki lima biasanya ada pilihan beli per buah atau per bungkus.

Di Solo apabila beli di toko rata-rata harganya Rp 1.000,- sampai Rp 1.500,- per buah sedangkan di penjual kaki lama harganya Rp 400,- sampai Rp 500,- per buah, untuk per bungkus sekitar Rp 2.500,- Untuk penjual di kaki lima saya biasa beli di Pasar Kleco Solo sedangkan untuk toko saya beli di toko Srabi Notosuman.

Pukis nampaknya masuk dalam kelas jajanan pasar karena mudah kita jumpai di pasar-pasar tradisional dan jarang sekali saya temukan di pesta-pesta.

Dewi Persik dikenal dengan predikat goyang gergaji. Tidak berlebihan istilah ini karena memang mirip seperti gergaji goyangan Dewi. Tapi tidak semua orang bisa menerima goyangan ini di depan publik. Walikota Tangerang tidak setuju goyang gergaji Dewi sehingga orang nomor satu di birokrasi kota Tangerang ini menggergaji acara goyangan Dewi.

Acara tidak dapat dilaksanakan. Sebagian masyarakat senang tapi secara ekonomi ada yang dirugikan. Dukungan mengalir kepada Walikota. Apa yang ingin ditampilkan Dewi, suara emaskah? atau goyangan yang sekenanyakah? Apa goyangan Dewi sudah terakomodasi koreografi yang estetis?

Ternyata Walikota melihat goyangan Dewi bukanlah termasuk koreografi estetis tetapi masuk kategori erotis, sehingga dengan tegas melarang tampilan erotis tersebut.

Saya sepakat sepanjang erotis tidak etis ditampilkan di depan publik.